Hujjah merupakan senjata para nabi dan pasukan para rasul
Hujjah adalah raja yang besar dan sultan yang perkasa. Hujjah merupakan senjata para nabi dan pasukan para rasul,
“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata.”(Al-Hadid [57]: 25)
Hujjah dapat menguasai akal dan merenggut
nyawa. Dengan hujjah pertahanan-pertahanan hati dapat ditundukkan,
benteng-benteng jiwa dapat dikuasai, dan dengan hujjah hati manusia
dapat dikendalikan. Hujjah membuat orang yang sombong menjadi tunduk
kepadanya, orang yang diktator menjadi menyerah di hadapannya, dan orang
yang ingkar menjadi mengakui. Hujjah memberi kepuasan terhadap jiwa
dengan kebenaran berita dan membuat hati ridha dengan kesahihan
pandangan. Tandanya adalah cahaya kebenaran dan petunjuknya adalah
kekuatan pengaruhnya. Hujjah merupakan harta kekayaan saat dibutuhkan,
“Katakanlah, ‘Apakah kamu mempunyai pengetahuan yang dapat kamu kemukakan kepada kami?’” (Al-An’am [6]: 148)
Dan sebagai perbekalan yang dikonsumsi saat dalam perjalanan perdebatan,
“Katakanlah, ‘Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu orang yang benar.’” (Al-Baqarah [2]: 111)
Hujjah membuat lisan menjadi lancar,
perkataan menjadi mudah, meneguhkan hati, dan membuat orang yang
berbicara menjadi berani. Sesungguhnya orang yang memiliki kebenaran itu
memiliki perkataan. Hujjah itu merupakan perbekalan yang lebih mudah
dari pada mengumpulkan harta, lebih mudah dari pada mempersiapkan tokoh,
dan lebih mudah daripada mempertajam pedang. Kemenangan dengan hujjah
itu lebih kuat dari pada kemenangan dengan pasukan perang. Keberuntungan
dengan hujjah lebih membahagiakan dari pada keberuntungan dengan bala
tentara. Karena kemenangan tujuh hujjah, berarti dia telah menguasai
permasalahan: Bukti yang jelas itu harus dihadirkan oleh orang yang
menuduh. Siapa yang kehilangan bukti yang jelas berarti dia telah tidak
menuai keberhasilan. Tidak ada yang lebih nikmat dan lebih lezat dari
pada beradu hujjah. Karena hujjah dapat menerjang akal, mengusik hati,
meresahkan jiwa, dan menyerang keyakinan,
“Setelah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan, sampai perang selesai.” (Muhammad [47]: 4)
Dengan hujjah, Nabi Ibrahim a.s. menyangkal Namrud,
“Maka bingunglah orang yang kafir itu.” (Al-Baqarah [2]: 258)
Dan dengan hujjah pula Musa menentang Fir’aun,
“Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu, kemudian memberi petunjuk.” (Thaha [20]: 50)
Serta dengan hujjah Nabi Muhammad SAW merobohkan kepala-kepala berhala,
“Sebenarnya Kami melemparkan yang hak (kebenaran) kepada yang batil (tidak benar) lalu yang hak itu menghancurkannya.” (Al-Anbiya’ [21]: 18)
Hujjah adalah perkataan, tapi dalam
menerkam dia lebih kuat dari singa, kalimat-kalimat, tetapi dia lebih
deras dalam perdebatan dari pada air bah yang deras, dan hujah adalah
lafazh-lafazh, tetapi napasnya lebih cepat dari pada petir yang
menyambar. Hujjah merupakan tameng bagi kaum yang lemah, payung bagi
orang-orang yang sengsara, pagar yang menjaga kaum yang lemah dari
orang-orang yang kuat, dia lebih tulus dari pada fajar, lebih kekal dari
pada masa, lebih menentramkan dari pada kesehatan, korban hujjah tanpa
ada peperangan, dan yang terkalahkan tanpa ada harapan,
“Maka mereka dikalahkan di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina.”(Al-A’raf [7]: 119)
Hujjah membuat lawan berdebat menjadi tercengang hingga berteriak
“Aku percaya bahwa tiada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil.” (Yunus [10]: 90)
Hujjah dapat menahan orang yang menentang hingga berkata dengan lantang,
“Dan aku berserah diri bersama Sulaiman dan Allah, Tuhan seluruh alam.” (An-Naml [27]: 44)
Dan dengan hujjah dapat memaksa orang yang
suka menyangkal dengan syubhat-syubhat yang kelam hingga dia menyeru:
Kami memasuki waktu pagi dan kerajaan itu hanya milik Allah. Hujjah
adalah mengambil dengan nyaman, menampar dengan tenang, dan memaksa
dengan lemah lembut,
“Dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl [16]: 125)
Hujjah adalah kepercayaan terhadap
prinsip, tekad terhadap petunjuk, kesenantiasaan pada kebenaran, dan
memberi kepuasan dengan kebenaran. Cahaya diatas cahaya.
Sesungguhnya hujjah itu tidak membutuhkan
suara atau gambar, promosi atau pun pengumuman, karena hujjah itu sudah
cukup dengan dirinya: Biarkanlah dia karena dia itu diperintah.
[Syahida.com]
Sumber : Kitab Demi Masa! Beginilah Waktu Mengajari Kita, Dr. ‘Aidh Abdullah Al-Qarny
Comments
Post a Comment